PERBEDAAN
UU NO. 15 TAHUN 2002 DENGAN HASIL PERUBAHAN UU NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG MONEY
LAUNDERING SERTA UU NO. 8 TAHUN 2010 TENTANG
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Pencucian uang (Inggris:Money Laundering) adalah suatu
upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak
pidana melalui
berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak
seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.
Bila
kita menilik sejarahnya maka kita akan beranjak ke Tahun 1920-an ke Tanah
Amerika, dimana para pelaku kejahatan terorganisasi mencuci uang hitam dari
usaha kejahatannya melalui usaha binatu (laundry). Mereka banyak membuka usaha
binatu sebagai tempat untuk persembunyian uang haram. Sejak saat itu,
persembunyian atau menyamarkan asal – usul uang hasil kejahatan tersebut
disebut “money laundering”atau
pencucian uang. Kemudian istilah ini baru populer pada tahun 1984 tatkala
Interpol mengusut pemutihan uang mafia Amerika Serikat yang terkenal dengan Pizza Connection yang menyangkut dana
sekitar US $ 600 juta yang ditransfer melalui serangkaian transaksi yang rumit
ke sejumlah Bank di Swiis dan Italia, transfer dilakukan dengan menggunakan restoran
– restoran pizza sebagai sarana usaha
untuk mengelabui sumber dana.
Dalam
perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi
batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif,
memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai
sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF)
on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi
ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal
dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised
40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor (Reporting Parties)
yang mencakup pedagang permata dan perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan
bermotor. Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu
dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau
multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan atau melibatkan
harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi. Penanganan tindak
pidana pencucian uang di Indonesia yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal itu,
tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan
kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan,
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kegiatan
analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga
penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif.
Adapun perbedaan antara materi muatan UU
Money Laundering yang lama dengan yang baru adalah sebagai berikut :
PERBEDAAN
MATERI UU MONEY LAUNDERING YG BARU DAN YG LAMA
Dilatar
belakangi semangat untuk memberantas setiap perkembangan jenis tindak pidana baru
serta untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional,
disusunlah Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010) sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 15
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Materi muatan yang terdapat
dalam Undang-Undang ini, antara lain:
1.
Redefinisi
pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian
uang;
uang;
2.
Penyempurnaan
kriminalisasi tindak pidana Pencucian Uang;
3.
Pengaturan mengenai
penjatuhan sanksi pidana dan sanksi
administratif;
administratif;
4.
Pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna
Jasa;
5.
Perluasan Pihak Pelapor;
6.
Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh
penyedia barang dan/atau
jasa lainnya;
jasa lainnya;
7.
Penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;
8.
Pemberian kewenangan
kepada Pihak Pelapor untuk menunda
Transaksi;
Transaksi;
9.
Perluasan kewenangan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap
pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau
ke luar daerah pabean;
pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau
ke luar daerah pabean;
10. Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana
asal untuk
menyidik dugaan tindak pidana Pencucian Uang;
menyidik dugaan tindak pidana Pencucian Uang;
11. Perluasan instansi
yang berhak menerima hasil analisis atau
pemeriksaan PPATK;
pemeriksaan PPATK;
12. Penataan kembali
kelembagaan PPATK;
13. Penambahan kewenangan
PPATK, termasuk kewenangan untuk
menghentikan sementara Transaksi;
menghentikan sementara Transaksi;
14. Penataan kembali
hukum acara pemeriksaan tindak pidana Pencucian
Uang; dan
Uang; dan
15. Pengaturan mengenai
penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari
tindak pidana Uu no 15 tahun 2002 jo. Uu no 25 tahun 2003 & uu no 8 tahun 2010 definisi diperluas:
tindak pidana Uu no 15 tahun 2002 jo. Uu no 25 tahun 2003 & uu no 8 tahun 2010 definisi diperluas:
a.
Definisi pencucian
uang diperluas di uu yang baru
menjadi "Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini-pasal 1 ayat 1 uu no 8 tahun 2010-"
menjadi "Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini-pasal 1 ayat 1 uu no 8 tahun 2010-"
b.
Transaksi
Keuangan oleh Pengguna Jasa( "nasabah" di Uu yg lama ).....-pasal 5
huruf b
c.
Pasal 3
ditambahkan kata " mengubah bentuk,menukarkan dgn mata uang atw surat
berharga..
Tetapi anehnya pasal 3 yg mengatur ttg pencucian uang aktif, hukuman pidana penjara minimal tidak diberikan,dan denda paling banyak menjadi 10 milyar (tadinya 15 milyar) begitu jg dengan pasal 5 yg mengatur ttg pencucian uang pasif
Tetapi anehnya pasal 3 yg mengatur ttg pencucian uang aktif, hukuman pidana penjara minimal tidak diberikan,dan denda paling banyak menjadi 10 milyar (tadinya 15 milyar) begitu jg dengan pasal 5 yg mengatur ttg pencucian uang pasif
d.
Pasal 6 dimasukan
konsep baru:
i.
Transaksi
Keuangan yang diminta oleh PPATK
untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana-pasal 5 huruf d uu no 8 tahun 2010
untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana-pasal 5 huruf d uu no 8 tahun 2010
ii.
Pemeriksaan
adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi Transaksi
Keuangan Mencurigakan yang dilakukan secara independen, objektif, dan
profesional untuk menilai dugaan adanya tindak pidana.
iii.
Hasil
Pemeriksaan adalah penilaian akhir dari seluruh
proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi
Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dilakukan
secara independen, objektif, dan profesional yang
disampaikan kepada penyidik.
proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi
Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dilakukan
secara independen, objektif, dan profesional yang
disampaikan kepada penyidik.
iv.
Pihak Pelapor
adalah Setiap Orang yang menurut
Undang-Undang ini wajib menyampaikan laporan
kepada PPATK.
Undang-Undang ini wajib menyampaikan laporan
kepada PPATK.
v.
Personil
Pengendali Korporasi adalah setiap orang yang
memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu
kebijakan Korporasi atau memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus
mendapat otorisasi dari atasannya.
memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu
kebijakan Korporasi atau memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus
mendapat otorisasi dari atasannya.
vi.
Permufakatan
Jahat adalah perbuatan dua orang atau
lebih yang bersepakat untuk melakukan tindak pidana
Pencucian Uang.
lebih yang bersepakat untuk melakukan tindak pidana
Pencucian Uang.
vii.
Pasal 6 (2)
Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang:
a.
Dilakukan atau
diperintahkan oleh Personil
Pengendali Korporasi;
Pengendali Korporasi;
b.
Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan
tujuan Korporasi;
tujuan Korporasi;
c.
Dilakukan sesuai
dengan tugas dan fungsi pelaku
atau pemberi perintah; dan
atau pemberi perintah; dan
d.
Dilakukan dengan
maksud memberikan manfaat
bagi Korporasi(tadinya di uu yg lama tidak diatur)
bagi Korporasi(tadinya di uu yg lama tidak diatur)
viii.
Pihak pelapor
diperluas pada pasal 17 ayat 1 huruf b,"penyedia barang dan/atau jasa
lain:
a.
Perusahaan
properti/agen properti;
b.
Pedagang kendaraan
bermotor;
c.
Pedagang permata
dan perhiasan/logam mulia;
d.
Pedagang barang
seni dan antik; atau
e.
Balai lelang"
ix.
Pasal 22 ayat 1
x.
Pasal 26
xi.
Pasal 29
xii.
Pasal 30
xiii.
Pasal 69
xiv.
Pasal 78
xv.
Pasal 95
"Tindak
Pidana Pencucian Uang yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang ini,
diperiksa dan diputus
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang"
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang"
xvi.
Pasal 98
"Semua
peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
xvii.
Pasal 99
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4191) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.”
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4191) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar