SINKRONISASI SPP DIDALAM PERMA NO.2
TAHUN 2012 TERKAIT DENGAN SISTEM HUKUM MENURUT LAWRENCE M.FRIEDMAN (LEGAL
STRUCTURE, LEGAL CULTURE DAN LEGAL SUBSTANCE)
Sistem Peradilan Pidana
(SPP) berasal dari kata yaitu “sistem” dan “peradilan pidana”. Pemahaman
mengenai ”sistem” dapat diartikan sebagai suatu rangkaian diantara sejumlah
unsur yang saling terkait untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pandangan
Muladi, pengertian system harus dilihat dalam konteks, baik sebagai physical
system dalam arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai
suatu tujuan dan sebagai abstract system dalam arti gagasan-gagasan yang
merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain saling ketergantungan.
Menurut Muladi, sistem
peradilan pidana merupakan jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum
pidana materiel, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Akan
tetapi, menurut Muladi kelembagaan ini harus dilihat dalam konteks sosial.
Sifat yang terlalu berlebihan jika dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian
hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan.
SPP merupakan suatu
jaringan (Network) peradilan yang menggunakan huku pidana sebagai sarana
utamanya baik hukum pidana materil, hukum pidana formil maupun hukum
pelaksanaan pidana.
Pengertian SPP sendiri
dapat dilihat dari aspek sistem hukum yaitu Aspek Substansi Hukum (Legal Substance), Aspek Kultur Hukum (Legal
Culture), dan Aspek Struktur Hukum (Legal Structure).
Pada hakekatnya
dibentuknya sistem peradilan pidana mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan internal
sistem dan tujuan eksternal. Tujuan internal, agar terciptanya keterpaduan atau
sinkronisasi antar subsistem-subsistem dalam tugas menegakkan hukum. Sedangkan
tujuan eksternal untuk melindungi hak-hak asasi tersangka, terdakwa dan
terpidana sejak proses penyelidikan sampai proses pemidanaan. Dengan demikian,
sebenarnya tujuan dari sistem peradilan pidana baru selesai apabila pelaku
kejahatan telah kembali terintegrasi ke dalam masyarakat, hidup sebagai anggota
masyarakat umumnya yang taat pada hukum.
Akan jadi masalah
ketika tidak ada sinkronisasi dalam aspek struktural, aspek kultural dan aspek
substansial dalam penegakan hukum itu sendiri, kita akan sedikit membahas
tentang Perma No. 2 Tahun 2012 terkait hal itu. Perma No.2 Tahun 2012 ini
tentang Penyesuaian Batasan Tipiring dan Jumlah Denda Dalam KUHP.
Bila kita analisis
dari:
1.
Legal
Substance (Aspek Substansi Hukum)
Legal Substansi sendiri merupakan sistem penegakan substansi hukum HP (meliputi HP materiel,
HP formal, dan Hk. Pelaksanaan pidana) disini harus ada keselarasan baik
vertikal maupun horizontal dalam hukum positif yang berlaku. Bila kita
perhatikan Perma No. 2 Tahun 2012 ini merupakan suatu bentuk penyelarasan
subtansi hukum pidana yang diatur dalam hukum pidana materil (KUHP) hal ini
terlihat dalam pasal 1 Perma No. 2 Tahun 2012 yang meyelaraskan pengaturan
jumlah dalam pasal 364,373,379,384,407,482 menjadi Rp. 2.500.000 dikarenakan
bahwa jumlah Rp. 250,- sudah tidak lagi relevan untuk dikenakan, kemudian
daripada itu juga dalam pasal 3 Perma No.2 Tahun 2012 tersebut di sebutkan
bahwa maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat
1 dan 2 serta 303 bis ayat 1 dan 2 dilipatgandakan menjadi 1000 kali.
Sedang kan dalam HP Formal
sendiri dalam Perma No. 2 Tahun 2012 ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa dalam meerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan ,
penggelapan, penadahan dari penuntut umum maka ketua pengadilan wajib
memperhatikan nilai barang, pengaturan dalam ayat 2 lebih lanjut menyatakan
bahwa bila perbuatan tersebut termasuk dalam tindak pidana
ringan (tipiring), maka ketua pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam pasal
205-210 KUHAP. Terkadang sebelum dikeluarkan Perma ini perbuatan yang
seharusnya termasuk dengan tidak pidana ringan tapi dalam pemeriksaan yang
dilakukan dengan proses pemeriksaan biasa sehingga hal itu yang dirasa kurang
memberikan kepuasan dan memuaskan rasa kehausan rakyat atas keadilan.
2. Legal
Structure (Aspek Struktur Hukum)
Ini
berbicara terkait dengan keselarasan dalam mekanisme administrasi peradilan
pidana dalam hubungan antar lembaga
penegak hukum. Jika melihat Peraturan Mahkamah Agung no.2 Tahun 2012 yang
dominan dalam menyelesaikan perkara itu adalah seorang hakim yang akan
memeriksa perkara tersebut dengan Hakim Tunggal dan seorang Jaksa yang cermat
dalam memeriksa dan memberikan tuntutan berkenaan dengan kasus yang termasuk
tindak pidana ringan dan harus jeli menerapkan aturan hukumnya. Peraturan
ini tidak hanya berbicara mengenai batasan penyesesuai batasan jumlah denda,
namun ada itikad baik dari MA untuk memperbaiki proses peradilan. Upaya
memperbaiki proses peradilan berdasarkan kewenangan MA hanya dapat diterapkan
di lingkungan pengadilan. Peraturan ini tidak mampu secara hukum menjangkau
pihak lain yang berada pada sistem peradilan pidana seperti penyidik maupun
penuntut.
Sehingga
jika kita analisis dari Legal Structure sendiri hal ini merupakan suatu bentuk
ketidak sinkronan antar lembaga peradilan dengan Lembaga Penyidik, seharusnya
untuk menjaga keselarasan dan kesinkronan anatar lembaga aparat penegak hukum
hal ini juga melingkupi lembaga penyidik, bukan saja penuntut bahkan dominan
lembaga pengadilan itu sendiri dalam Perma No.2 Tahun 2012.
3. Legal
Culture (Aspek Kultur Hukum)
Legal
Culture ini terkait usaha serempak
menghayati pandangan yang hidup dalam masyarakat yang mendasari jalan nya SPP. Bila kita lihat latar belakang
lahirnya Perma No.2 Tahun 2012 ini sendiri adalah untuk menyelaraskan jumlah
denda yang ada dalam KUHP dengan keadaan Jumlah mata uang sat ini bukan
mengubah denda itu sendiri. Hal ini terkait unutk memudahkan Hakim dalam
memberi putusan yang seadil – adilnya kepada masyrakat untuk kasus – kasus yang
sebenarnya tergolong tingan seperti kasus Mbo Minah, Maling Sendal Jepit
Bolong, kasus pencurian Semangka dsb. Dari sudut kultur hukum ini sendiri dapat
kita lihat bahwa Perma No. 2 Tahun 2012 ini merupakan suatu bentuk penyelarasan
mendudukan kembali nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat dengan peraturan
hukum yang ada, yang mana selama ini terkesan tidak memberi pengampunan dan
begitu klasik seolah kejahatan harus di beri penanganan yang sama tanpa
memperhatikan keadilamn dan nilai – nilai yang ada dalam masyarakat itu
sendiri, sehingga selama ini terkesan kultur hukum kita terlalu legisme semata.
Sinkronisasi
dalam Sistem Peradilan Pidana yang terdapat (Legal Substance, Legal Structure
dan Legal Culture) dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.
Seperti disebutkan
diawal bahwa pada hakekatnya dibentuknya sistem peradilan pidana mempunyai dua
tujuan, yaitu tujuan internal sistem dan tujuan eksternal. Tujuan internal,
agar terciptanya keterpaduan atau sinkronisasi antar subsistem-subsistem dalam
tugas menegakkan hukum. Sedangkan tujuan eksternal untuk melindungi hak-hak
asasi tersangka, terdakwa dan terpidana sejak proses penyelidikan sampai proses
pemidanaan. Dengan demikian, sebenarnya tujuan dari sistem peradilan pidana
baru selesai apabila pelaku kejahatan telah kembali terintegrasi ke dalam
masyarakat, hidup sebagai anggota masyarakat umumnya yang taat pada hukum.
Dalam
keselaran atau keserempakan untuk menjalankan aturan yang ada didalam peraturan
tersebut maka harus adanya kesepamahan dari aparat penegak hukum dari Kepolisian,
Penuntut Umum, Pengadilan / Hakim dan Lembaga Koreksi (Lapas) ini harus adanya
koordinasi yang terjalin dengan baik karena jika melihat dari aturan yang sudah
jelas tersebut maka aparat akan melaksanakan prosesnya dengan sistematis dan
sesuai dengan harapan dari sebuah masyarakat sehingga diharapkan kedepannya
Perma No. 2 Tahun 2012 ini bisa juga menyentuh mulai dari Penyidik bukan hanya
dari penuntutan bahkan terkesan dominan Lembaga Pengadilan saja. Harapan dengan
sinkronisasi segala aspek sistem peradilan pidana (Substansi, struktur dan
kultur) ini akan memberikan keserasian
untuk menegakkan hukum yang jelas dengan melihat manfaat, keadilan dan
kepastian hukum sehingga tujuan dari SPP itu pun dapat tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar